Doom Scrolling: Ancaman Baru yang Diam-diam Merusak Kesehatan Mental Publik
RAKYATMEDIAPERS.CO.ID - Di tengah hiruk-pikuk informasi digital yang tak ada habisnya, sebuah kebiasaan baru muncul dan perlahan menggerogoti kesehatan mental kita: doom scrolling. Fenomena di mana seseorang secara kompulsif terus-menerus mencari dan membaca berita negatif, mulai dari bencana alam, krisis ekonomi, hingga konflik sosial, telah menjadi alarm baru bagi para ahli kesehatan jiwa. Apa sebenarnya yang membuat kita terpaku pada layar, menyerap kabar buruk hingga larut malam, dan mengapa kebiasaan ini disebut sebagai "ancaman baru" bagi kesejahteraan psikologis? Mari kita bedah lebih lanjut.
Ketika Layar Menjadi Sumber Kecemasan: Apa Itu Doom Scrolling?
Istilah doom scrolling atau doom surfing populer selama pandemi COVID-19, ketika masyarakat haus akan informasi terbaru, namun secara ironis justru terjebak dalam lingkaran pemberitaan yang menakutkan dan depresif. Ini bukan sekadar membaca berita; ini adalah tindakan kompulsif yang sulit dihentikan, di mana otak seolah dipaksa untuk terus mencari informasi yang menegangkan, meski tubuh dan pikiran sudah lelah.
Mengapa kita melakukannya? Psikolog menjelaskan, manusia punya kecenderungan alami untuk memproses ancaman (negativity bias) sebagai mekanisme bertahan hidup. Ditambah lagi dengan algoritma media sosial yang cerdas, yang seringkali menyajikan konten serupa dengan apa yang sudah kita lihat atau berinteraksi. Alhasil, dari satu berita buruk, kita disodori berita buruk lainnya, menciptakan siklus tanpa akhir yang membuat pikiran terjebak dalam lingkaran negativitas. Ini seperti sedang mengunyah permen karet rasa pahit yang tak ada habisnya, padahal sudah jelas nggak enak!
Dampak Fatalnya: Mental Kok Bisa 'Down' Hanya Karena Scroll?
Jangan salah, doom scrolling bukanlah sekadar hobi baru yang bikin mata lelah. Lebih dari itu, kebiasaan ini punya potensi serius merusak kesehatan mental kita. Berikut beberapa efek sampingnya:
- Peningkatan Kecemasan dan Stres: Terus-menerus terpapar berita buruk akan meningkatkan kadar hormon stres seperti kortisol. Ini memicu rasa cemas, panik, dan kegelisahan yang persisten.
- Gangguan Tidur: Cahaya biru dari layar gadget menghambat produksi melatonin, hormon pemicu tidur. Ditambah lagi, pikiran yang dipenuhi kekhawatiran akibat berita negatif membuat tidur semakin sulit.
- Perasaan Putus Asa dan Helplessness: Melihat penderitaan atau masalah yang tak kunjung usai di lini masa bisa menimbulkan rasa tak berdaya dan pesimisme ekstrem terhadap masa depan.
- Penurunan Produktivitas: Otak yang lelah karena terus-menerus memproses informasi negatif akan kesulitan fokus, yang berdampak pada kinerja sehari-hari.
- Menyebarnya Hoax dan Disinformasi: Dalam upaya mencari informasi, seringkali kita juga terpapar berita palsu yang semakin memperkeruh suasana dan memicu kecemasan yang tidak perlu.
Melawan Gelombang Negativitas: Bisakah Kita Selamat?
Tentu saja bisa! Mengenali bahwa kita terjebak dalam doom scrolling adalah langkah pertama. Selanjutnya, ada beberapa strategi ampuh untuk "mendekolonisasi" pikiran dari arus informasi negatif:
- Batasi Waktu Layar: Gunakan fitur screen time di ponsel Anda untuk membatasi akses ke aplikasi berita atau media sosial. Tentukan jam-jam tertentu saja untuk membaca berita.
- Kurasi Sumber Informasi: Pilih sumber berita yang kredibel dan seimbang. Hindari akun-akun sensasional yang cenderung menyebarkan kepanikan.
- Mindful Consumption: Sebelum membuka aplikasi, tanyakan pada diri sendiri, "Apakah informasi ini benar-benar perlu saya tahu saat ini? Apakah ini akan menambah nilai positif bagi saya?"
- Lakukan "Digital Detox" Secara Berkala: Luangkan waktu beberapa jam atau bahkan seharian tanpa gadget. Lakukan aktivitas offline yang menenangkan, seperti membaca buku fisik, berolahraga, atau bertemu teman.
- Fokus pada Solusi: Alih-alih hanya berfokus pada masalah, coba cari berita atau inisiatif yang menawarkan solusi atau dampak positif.
Doom scrolling adalah manifestasi lain dari dunia digital yang menawarkan kemudahan sekaligus jebakan. Mengenali dan mengelola kebiasaan ini adalah kunci untuk menjaga kesehatan mental di era informasi yang serba cepat ini. Ingat, kesehatan mental Anda jauh lebih berharga daripada update berita terakhir yang mungkin hanya akan membuat Anda merasa lebih buruk.
FAQ: Seputar Doom Scrolling
Apa itu doom scrolling?
Doom scrolling adalah kebiasaan kompulsif terus-menerus mencari dan membaca berita negatif atau menakutkan, terutama di platform digital, sehingga sulit dihentikan.
Mengapa doom scrolling berbahaya bagi kesehatan mental?
Doom scrolling berbahaya karena dapat meningkatkan tingkat kecemasan, stres, memicu depresi, mengganggu kualitas tidur, dan menimbulkan perasaan putus asa akibat paparan berita negatif yang berlebihan.
Bagaimana cara berhenti dari kebiasaan doom scrolling?
Untuk berhenti, Anda bisa membatasi waktu layar, mengkurasi sumber berita yang kredibel, melakukan "digital detox" secara berkala, dan melatih mindful consumption saat mengakses informasi.
Siapa yang paling rentan terhadap doom scrolling?
Siapa pun yang memiliki akses ke internet dan media sosial dapat rentan. Namun, orang dengan tingkat kecemasan tinggi, yang sedang mengalami stres, atau merasa tidak berdaya cenderung lebih mudah terjebak dalam siklus doom scrolling.
Apakah semua berita buruk disebut doom scrolling?
Tidak. Doom scrolling adalah perilaku kompulsif mencari dan terpaku pada berita buruk secara berlebihan. Membaca berita buruk sesekali atau untuk mendapatkan informasi penting bukanlah doom scrolling, kecuali jika hal itu mengarah pada siklus konsumsi yang tidak sehat dan sulit dihentikan.
AUTHOR: Adisti Kirana