Prabowo Panggil Jonan Bahas Kereta Cepat Whoosh: Polemik Utang dan Solusi?

Table of Contents

RAKYATMEDIAPERS.CO.ID - Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini mengakui pertemuannya dengan mantan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. Pertemuan tersebut membahas berbagai isu, termasuk polemik seputar proyek Kereta Cepat Whoosh.

Pertemuan Prabowo dan Ignasius Jonan

Prabowo Subianto menyatakan bahwa ia mengundang Jonan ke Istana untuk bertukar pikiran mengenai berbagai isu penting. Ia memandang Jonan sebagai tokoh bangsa yang memiliki wawasan luas dan berharga untuk didengar. Prabowo mengungkapkan kegembiraannya dapat bertemu dan berdiskusi dengan Jonan mengenai berbagai hal strategis bagi negara.

"Kita tukar-menukar pandangan. Beliau, saya kira, tokoh, tokoh bangsa. Jadi, saya senang selalu ketemu dan tukar-menukar pandangan dalam banyak hal," ujar Prabowo di Stasiun Tanah Abang Baru, Jakarta, Selasa (4/11). Saat ditanya apakah pertemuan itu membahas Kereta Cepat Whoosh, Prabowo membenarkan adanya pembahasan tersebut.

Polemik Kereta Cepat Whoosh

Meskipun Prabowo mengakui adanya pembahasan mengenai Kereta Cepat Whoosh, Jonan sebelumnya membantah bahwa pertemuannya dengan Presiden membahas persoalan tersebut. Jonan mengklaim bahwa pertemuan selama dua jam itu lebih fokus pada program-program prioritas pemerintah, termasuk program makan bergizi gratis (MBG). Ia menyatakan bahwa kehadirannya di Istana adalah sebagai warga negara biasa yang ingin berdiskusi mengenai kemajuan bangsa.

Jonan juga menolak untuk berkomentar mengenai polemik utang Kereta Cepat Whoosh yang sedang ramai diperbincangkan. Ia berpendapat bahwa dirinya tidak lagi memiliki kapasitas untuk memberikan komentar karena sudah tidak menjabat sebagai Menteri Perhubungan.

Peran Jonan dalam Proyek Kereta Cepat

Pada masa jabatannya sebagai Menteri Perhubungan (2014-2016), Jonan dikenal cukup ketat dalam mengawal proyek Kereta Cepat Whoosh. Salah satu persyaratan utama yang diajukannya adalah standar keselamatan penumpang yang tinggi dan tidak bisa ditawar. Jonan menekankan bahwa keselamatan harus menjadi prioritas utama, tanpa kompromi terkait biaya atau investasi.

"Keselamatan itu tidak bisa ditawar karena keselamatan itu harus single standard. Standarnya itu tunggal, jadi bukan soal harga, ini keselamatan," tegas Jonan pada tahun 2015. Saat itu, Jepang dan China bersaing untuk mendapatkan proyek ini, dengan penawaran yang berbeda dalam hal harga dan spesifikasi.

Persaingan Jepang dan China

Jepang, yang telah melakukan studi kelayakan sejak 2014, menawarkan proyek dengan nilai US$6,2 miliar dan janji menciptakan kereta berkecepatan 320 km per jam dalam lima tahun. Sementara itu, China mengajukan penawaran yang lebih murah, yaitu US$5,5 miliar, dengan target menghadirkan kereta berkecepatan 350 km per jam dalam waktu hanya dua tahun. Pada akhirnya, China berhasil memenangkan tender tersebut, dan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) dibentuk untuk menjalankan proyek.

Setelah China memenangkan tender, Jonan mewajibkan sembilan syarat perjanjian penyelenggaraan prasarana (konsesi) agar proyek dapat berjalan. Salah satu syaratnya adalah pembiayaan proyek tidak boleh menggunakan dana APBN. Selain itu, pemerintah juga tidak memberikan jaminan terhadap kegagalan pembangunan atau pengoperasian kereta cepat yang disebabkan oleh KCIC.

Baca Juga

Loading...