Nafa Urbach Dinonaktifkan dari DPR: Pelanggaran Kode Etik, Sidang MKD, dan Dampaknya
RAKYATMEDIAPERS.CO.ID - Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI menggelar sidang putusan terhadap sejumlah anggota DPR nonaktif pada Rabu, 5 November 2025 di Ruang Sidang MKD DPR, Senayan, Jakarta. Sidang ini merupakan buntut dari sikap dan ucapan yang memicu polemik di masyarakat.
Lima anggota DPR yang terlibat adalah Ahmad Sahroni, Uya Kuya, Eko Patrio, Nafa Urbach, dan Adies Kadir. Putusan MKD ini menjadi sorotan publik dan menimbulkan berbagai reaksi dari berbagai kalangan.
Penonaktifan Anggota DPR dan Pelanggaran Kode Etik
MKD DPR memutuskan untuk menonaktifkan beberapa anggota DPR karena terbukti melanggar kode etik. Nafa Urbach dinonaktifkan selama 3 bulan, sementara Ahmad Sahroni dinonaktifkan selama 6 bulan karena meremehkan demonstran.
Pelanggaran ini terkait dengan tindakan joget dan gestur tidak etis yang dilakukan saat Sidang Tahunan MPR RI. Wakil Ketua MKD, Adang Darojatun, menegaskan bahwa Nafa Urbach terbukti melanggar kode etik dan harus lebih berhati-hati dalam menyampaikan pendapat serta menjaga perilaku di masa depan.
Penonaktifan Nafa Urbach berlaku sejak tanggal putusan dibacakan dan dihitung sejak penonaktifan oleh DPP Partai Nasional Demokrat. Sebelumnya, suasana tegang menyelimuti ruang sidang saat Ahmad Sahroni, Uya Kuya, Eko Patrio, Adies Kadie, dan Nafa Urbach duduk sejajar di barisan depan.
Raut wajah mereka terlihat lesu, dengan Ahmad Sahroni berulang kali menundukkan kepala. Uya Kuya dan Eko Patrio terlihat sesekali memainkan ibu jari mereka, menunjukkan ketegangan yang mereka rasakan.
Dasar Putusan dan Saksi yang Diperiksa
Ketua MKD DPR RI, Nazaruddin Dek Gam, memimpin sidang putusan ini. Sebelum menyampaikan putusan, MKD telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk Deputi Persidangan DPR RI Suprihartini, Letkol Suwarko, dan Prof. Dr. Adrianus Eliasta.
Beberapa ahli seperti Satya Arinanto, Trubus Rahardiansyah, Gusti Aju Dewi, serta Wakil Koordinator Wartawan Parlemen, Erwin Siregar, juga diundang untuk memberikan keterangan. Pemeriksaan saksi dan ahli ini dilakukan untuk mendapatkan informasi yang komprehensif sebelum mengambil keputusan.
Dek Gam menjelaskan bahwa Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI-DPD RI pada 15 Agustus 2025 menjadi awal dari rangkaian peristiwa yang disoroti publik. Peristiwa joget-joget sejumlah anggota DPR RI menimbulkan tuduhan bahwa mereka telah menerima informasi kenaikan gaji.
Selain itu, beberapa anggota DPR RI juga dituduh menyampaikan kalimat dan melakukan gestur yang tidak etis. Tuduhan-tuduhan ini kemudian menjadi dasar bagi MKD untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut.
Konsekuensi dan Implikasi Putusan MKD
Putusan MKD ini memiliki konsekuensi yang signifikan bagi anggota DPR yang terlibat. Selain penonaktifan, putusan ini juga dapat mempengaruhi citra dan reputasi mereka di mata publik.
Penonaktifan Ahmad Sahroni selama 6 bulan menunjukkan bahwa MKD menganggap serius pelanggaran kode etik yang dilakukan. Hal ini juga menjadi peringatan bagi anggota DPR lainnya untuk selalu menjaga perilaku dan ucapan mereka.
Peristiwa penjarahan rumah tokoh publik, termasuk Menkeu Sri Mulyani, Ahmad Sahroni, Eko Patrio, Uya Kuya, hingga Nafa Urbach pada akhir Agustus lalu, juga menjadi perhatian dalam sidang ini. Meskipun tidak secara langsung terkait dengan pelanggaran kode etik, peristiwa ini menunjukkan bahwa anggota DPR rentan terhadap ancaman dan intimidasi.
Putusan MKD ini diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi seluruh anggota DPR untuk lebih berhati-hati dalam bertindak dan berbicara. Dengan menjaga etika dan moralitas, anggota DPR dapat meningkatkan kepercayaan publik dan menjalankan tugas mereka dengan lebih efektif.
MKD DPR RI terus berupaya untuk menegakkan kode etik dan menjaga integritas lembaga legislatif. Putusan-putusan yang diambil oleh MKD diharapkan dapat memberikan efek jera bagi anggota DPR yang melanggar kode etik dan mendorong terciptanya pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Dengan adanya pengawasan yang ketat dan penegakan kode etik yang tegas, diharapkan citra DPR RI dapat meningkat dan kepercayaan publik terhadap lembaga ini dapat dipulihkan.