Polemik Menu MBG: dr. Tan Shot Yen Kritik, Kepala BGN Beri Penjelasan

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi sorotan publik, khususnya setelah ahli gizi ternama, dr. Tan Shot Yen, melontarkan kritik pedas terkait menu yang disajikan. Kritik tersebut terutama ditujukan pada pilihan menu seperti burger dan spageti yang dianggap kurang sesuai dengan konsep gizi seimbang. Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, memberikan tanggapan atas kritik tersebut, memberikan pandangan dari sudut pandang pemerintah.
Kritik yang dilontarkan oleh dr. Tan Shot Yen mencerminkan kekhawatiran akan kualitas gizi makanan yang diberikan kepada anak-anak melalui program MBG. Beliau mempertanyakan relevansi menu seperti burger dan spageti, yang dianggap kurang mewakili kebutuhan gizi anak-anak Indonesia. Perdebatan ini memicu diskusi lebih luas tentang bagaimana seharusnya program MBG dirancang untuk memberikan manfaat gizi yang optimal.
Tanggapan Kepala BGN: Variasi Menu dan Permintaan Anak-Anak
Menanggapi kritik tersebut, Kepala BGN, Dadan Hindayana, menjelaskan bahwa variasi menu dalam program MBG sering kali dibuat berdasarkan permintaan anak-anak. “Sering kali itu variasi atas permintaan anak-anak agar tidak bosan,” ujar Dadan kepada wartawan pada Jumat, 26 September 2025. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa pertimbangan selera anak-anak juga menjadi faktor dalam penyusunan menu MBG.
Kepala BGN juga menegaskan bahwa setiap kritik dan saran dari masyarakat terkait program MBG akan menjadi bahan evaluasi bagi pihaknya. Pernyataan ini menunjukkan komitmen BGN untuk terus memperbaiki dan menyempurnakan program MBG agar sesuai dengan tujuan awal, yaitu meningkatkan gizi anak-anak Indonesia. Evaluasi ini penting untuk memastikan efektivitas program dalam jangka panjang.
Analisis Kritik dr. Tan Shot Yen: Fokus pada Bahan Baku dan Gizi
Dr. Tan Shot Yen mengkritik keras penggunaan burger dalam program MBG. Beliau menyoroti fakta bahwa bahan baku utama burger, yaitu tepung terigu, bukanlah bahan pangan yang tumbuh di Indonesia. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang keberlanjutan dan ketersediaan bahan baku tersebut. Beliau juga menyampaikan keprihatinan terkait dengan kurangnya pengetahuan anak-anak tentang asal-usul bahan pangan yang mereka konsumsi.
Kritik dr. Tan juga menyentuh tentang komposisi isi burger, yang dianggap kurang bergizi dan cenderung menggunakan bahan-bahan olahan. Beliau memberikan contoh penggunaan chicken katsu sebagai pelengkap burger, yang dinilai sebagai upaya “kastanisasi” atau upaya untuk membuat makanan terlihat lebih menarik secara visual, namun belum tentu memberikan manfaat gizi yang optimal. Hal ini menekankan pentingnya memperhatikan kualitas gizi dari setiap komponen menu MBG.
Baca Juga: DPRD Kuningan Peringatkan: Hentikan Intervensi Proyek MBG, Cegah Benturan Kepentingan!
Implikasi Program MBG: Antara Selera dan Kebutuhan Gizi
Perdebatan ini membuka diskusi yang lebih luas tentang bagaimana menyeimbangkan antara selera anak-anak dan kebutuhan gizi yang optimal dalam program MBG. Program MBG bertujuan untuk memberikan makanan bergizi kepada anak-anak, namun penting untuk mempertimbangkan aspek lain seperti ketersediaan bahan baku, keberlanjutan, dan preferensi anak-anak. Pendekatan holistik diperlukan agar program MBG dapat berjalan efektif dan memberikan dampak positif bagi kesehatan anak-anak.
Program MBG harus mempertimbangkan pendidikan gizi bagi anak-anak dan masyarakat secara umum. Edukasi tentang pentingnya gizi seimbang dan asal-usul bahan pangan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat. Dengan begitu, program MBG tidak hanya menjadi penyedia makanan, tetapi juga sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang gizi.
Rekomendasi untuk Perbaikan Menu MBG
Untuk meningkatkan kualitas menu MBG, beberapa rekomendasi dapat dipertimbangkan. Pertama, diversifikasi sumber makanan dengan memanfaatkan bahan pangan lokal yang kaya gizi. Kedua, mengurangi penggunaan bahan olahan dan memperbanyak makanan segar. Ketiga, melibatkan ahli gizi dalam penyusunan menu untuk memastikan keseimbangan gizi yang optimal.
Selain itu, perlu dilakukan sosialisasi dan edukasi kepada anak-anak tentang pentingnya gizi seimbang dan manfaat berbagai jenis makanan. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan yang menarik dan interaktif, seperti kunjungan ke kebun sayur atau demonstrasi memasak. Dengan demikian, program MBG tidak hanya memberikan makanan, tetapi juga memberikan pengetahuan yang bermanfaat bagi anak-anak.
Pentingnya kolaborasi antara pemerintah, ahli gizi, orang tua, dan masyarakat dalam menyukseskan program MBG. Melalui kerjasama yang baik, program MBG diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi kesehatan dan tumbuh kembang anak-anak Indonesia. Program MBG harus terus dievaluasi dan disempurnakan agar mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan.