Demo 28 Agustus: Rekayasa Lalu Lintas Jakarta Antisipasi Aksi Buruh

Polda Metro Jaya, berkolaborasi dengan Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta, telah mempersiapkan serangkaian rekayasa lalu lintas dan penyesuaian rute transportasi umum. Inisiatif ini diberlakukan untuk hari Kamis, 28 Agustus, sebagai respons terhadap rencana demonstrasi besar-besaran oleh kelompok buruh di depan gedung DPR/MPR RI.
Antisipasi ini krusial untuk meminimalkan dampak negatif pada mobilitas warga Jakarta.
Persiapan Rekayasa Lalu Lintas oleh Polda Metro Jaya
Menurut Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Komarudin, rekayasa lalu lintas telah disiapkan secara matang untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan. Hal ini diungkapkan di kawasan Monas, Jakarta Pusat, pada hari Rabu (27/8).
Langkah ini diambil untuk memastikan kelancaran arus lalu lintas di sekitar lokasi demonstrasi dan titik-titik strategis lainnya seperti Jalan Merdeka Selatan.
Imbauan kepada Massa Aksi
Kombes Komarudin menekankan pentingnya bagi para peserta aksi untuk mematuhi aturan dan regulasi yang berlaku selama menyampaikan aspirasi mereka. Beliau mengimbau agar demonstrasi dilakukan secara tertib dan tidak mengganggu aktivitas masyarakat luas.
Tindakan anarkis atau pelanggaran hukum dapat merugikan banyak pihak, termasuk pengguna jalan yang tidak terkait langsung dengan aksi demonstrasi.
Skala Nasional Demonstrasi
Aksi demonstrasi pada Kamis (28/8) direncanakan akan berlangsung secara serentak di 38 provinsi di seluruh Indonesia. Di Jakarta, fokus utama aksi adalah Gedung DPR RI dan Istana Jakarta.
Tuntutan utama dari para demonstran mencakup isu-isu krusial terkait kesejahteraan buruh dan reformasi kebijakan.
Enam Tuntutan Utama Demonstran
Para peserta aksi menyuarakan enam tuntutan utama, yang mencerminkan aspirasi dan keluhan mendalam terkait kondisi perburuhan di Indonesia. Tuntutan tersebut meliputi penghapusan sistem *outsourcing* dan penolakan terhadap upah murah, yang dianggap merugikan pekerja.
Selain itu, mereka juga menuntut penghentian pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pembentukan satuan tugas (Satgas) PHK untuk melindungi hak-hak pekerja yang terancam kehilangan pekerjaan.
Reformasi pajak perburuhan menjadi tuntutan penting lainnya, dengan usulan kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi Rp7.500.000 per bulan. Penghapusan pajak pesangon, Tunjangan Hari Raya (THR), Jaminan Hari Tua (JHT), dan diskriminasi pajak terhadap perempuan menikah juga menjadi bagian dari tuntutan ini.
Para demonstran juga mendesak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketenagakerjaan tanpa *Omnibus Law*, yang dianggap kontroversial dan berpotensi merugikan hak-hak pekerja.
Selain isu-isu perburuhan, tuntutan juga mencakup pengesahan RUU Perampasan Aset untuk memberantas korupsi dan revisi RUU Pemilu untuk mendesain ulang sistem pemilu 2029. Isu korupsi sangat kompleks. “Korupsi adalah gejala sosial, ekonomi dan politik yang kompleks yang memengaruhi semua negara, baik maju maupun berkembang. Korupsi merusak lembaga-lembaga demokrasi, memperlambat pembangunan ekonomi dan berkontribusi terhadap ketidakstabilan pemerintahan,” (United Nations, 2018).
Tuntutan ini mencerminkan cakupan perhatian yang luas dari para demonstran terhadap berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Isu Lainnya yang Relevan
Di samping persiapan demo, beberapa isu lain juga menjadi perhatian publik. Di antaranya adalah biaya denda tilang motor gede (moge) yang masuk jalur busway, keberadaan tempat hiburan mewah seperti Phoenix Club, dan jejak pengusaha Yahudi di Indonesia.
Selain itu, polusi udara Jakarta juga menjadi sorotan, dengan harapan akan adanya hujan untuk membersihkan udara. Kisah viral tentang emak-emak yang membantu bocah yang ditangkap dan dipukuli polisi usai demo DPR juga menarik perhatian banyak orang.
Kehidupan pribadi anggota DPR RI seperti Nafa Urbach juga menjadi perbincangan, termasuk keluhannya tentang kemacetan saat berangkat ke DPR dan pilihan Primus Yustisio untuk naik KRL.