Respons Positif Pemain Timnas Indonesia U-23 Terhadap Kritik dan Hujatan di Medsos
:strip_icc():format(webp):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/bola/watermark-color-landscape-new.png,598,20,0)/kly-media-production/medias/5286786/original/091011000_1752754642-Latihan_Timnas_Indonesia_U-23-4.jpg)
Dunia sepak bola profesional, dengan segala glamor dan sorotannya, seringkali menjadi dambaan banyak individu. Janji penghasilan fantastis dan ketenaran yang meluas menjadi daya tarik utama. Namun, di balik gemerlap tersebut, terdapat sisi gelap yang kerap dihadapi para pemain: badai kritik dan hujatan, terutama dari warganet di media sosial.
Fenomena ini bukan hal baru, dan dalam beberapa kasus, cacian yang dilontarkan bisa terasa sangat tidak pantas, bahkan menjurus ke arah penghinaan. Insiden terbaru yang menimpa salah satu striker Timnas Indonesia U-23 menunjukkan betapa rentannya atlet terhadap serangan verbal semacam ini, memicu respons hukum sebagai upaya membela diri.
Menyikapi Tekanan dengan Kepala Dingin
Di tengah riuhnya sorotan dan tekanan yang tak terhindarkan, Bek Timnas Indonesia U-23, Alfharezzi Buffon, menawarkan perspektif yang menarik dan patut dicontoh. Pemain berusia 19 tahun ini menunjukkan kedewasaan dalam menyikapi gelombang kritik dan bahkan hujatan. Bagi Buffon, masukan negatif, sekalipun terasa pedas, bukanlah hambatan yang berarti.
Ia memandang hal tersebut sebagai bagian integral dari profesi yang ia geluti. "Hujatan dan kritikan itu menurut saya tidak jadi masalah," ungkapnya, mengisyaratkan mentalitas yang kuat dan jauh dari sikap mudah terpengaruh emosi.
Kritik sebagai Pemacu Semangat dan Perbaikan
Lebih jauh, Alfharezzi Buffon tidak hanya menerima kritik dengan lapang dada, melainkan justru menjadikannya bahan bakar untuk memacu diri. Ia percaya bahwa setiap masukan, terutama yang menyoroti performanya yang kurang optimal, dapat menjadi alat untuk introspeksi dan pendorong perbaikan.
"Normal saja karena kalau saya main jelek, main tidak bagus, tidak apa-apa, kritik saja. Hal itu tidak masalah buat saya. Malah jadi semangat saya buat ke depannya," tegas Buffon.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa bagi Buffon, kritik adalah cerminan yang membantunya melihat area mana yang perlu diasah, mengubah energi negatif menjadi motivasi positif untuk terus berkembang sebagai pemain.
Pendekatan proaktif ini sangat krusial bagi atlet yang berada di panggung besar seperti Piala AFF U-23, di mana setiap gerakan dan keputusan bisa menjadi subjek penilaian publik.
Meskipun memiliki sikap yang terbuka terhadap kritik, Alfharezzi Buffon juga menegaskan bahwa sebagai seorang pemain profesional, ambisinya adalah selalu tampil maksimal dan memberikan yang terbaik di setiap pertandingan. Tidak ada pemain yang dengan sengaja ingin bermain buruk, dan Buffon pun demikian. "Jadi menurut saya hal itu wajar, normal saja.
Saya juga tidak mau main jelek tetapi kalau memang saya kurang maksimal, tidak apa-apa dihujat dan dikritik," tambahnya. Ini mencerminkan pemahaman mendalam bahwa dalam olahraga kompetitif, performa bisa fluktuatif, namun komitmen terhadap perbaikan harus tetap konstan.
Sikap ini bukan hanya tentang ketahanan mental, tetapi juga tentang profesionalisme dan dedikasi untuk terus menjadi versi terbaik dari diri sendiri di lapangan hijau, menjadikan setiap pengalaman, baik positif maupun negatif, sebagai pembelajaran berharga.