Penipuan Beras Oplosan: Polisi Usut Kasus, Pemerintah Tetapkan Aturan Ketat

Kasus beras oplosan tengah menjadi sorotan setelah Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Satgas Pangan, Kejaksaan, Badan Pangan Nasional (Bapanas), dan lembaga pengawas lainnya menemukan adanya penyimpangan kualitas pada sejumlah merek beras. Dari 268 merek beras yang diuji di 10 provinsi, 212 merek (85,56% beras premium) dinyatakan tidak memenuhi standar mutu, dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), atau memiliki berat kurang dari yang tertera pada kemasan. Polisi telah memanggil beberapa perusahaan terkait temuan ini.
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, menyatakan bahwa tindakan tegas ini bertujuan melindungi konsumen. Pemerintah menekankan pentingnya produsen, terutama produsen beras premium, untuk memperhatikan kualitas dan mutu beras sesuai label. Penindakan hukum difokuskan pada memastikan berat beras sesuai kemasan dan kualitas sesuai standar.
Pemerintah telah menetapkan standar mutu beras dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023, termasuk HET beras premium (Rp 14.900/kg di Zona 1) dan persentase butir patah maksimal 15%. Standar internasional bahkan menetapkan batas maksimal butir patah yang lebih ketat, yaitu 5%. Arief menjelaskan perbedaan beras premium dan medium terletak pada persentase butir patah, dengan pencampuran beras utuh dan patah yang perlu mengikuti standar yang ditetapkan.
Peraturan tersebut mendefinisikan 'beras kepala' (butir beras ≥0,8 sampai 1 butir utuh) dan 'beras patah' (butir beras >0,2 sampai <0,8 butir utuh). Beras premium harus memenuhi standar: butir patah maksimal 15%, kadar air maksimal 14%, derajat sosoh minimal 95%, butir menir maksimal 0,5%, total butir rusak maksimal 1%, dan bebas dari butir gabah serta benda asing lainnya. Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan beras cepat basi.
Arief juga menyoroti praktik pencampuran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dengan beras lain, lalu dijual dengan harga mendekati HET beras premium. Praktik ini dianggap merugikan konsumen dan melanggar aturan karena beras SPHP disubsidi pemerintah. Harga beras premium saat ini rata-rata lebih tinggi dari HET di berbagai zona.